Kamis, 24 Maret 2011

pencak silat

KATA  PENGANTAR

           Segala puji bagi Allah yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang OLAH RAGA PENCAK SILAT, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Olahraga Pencak Silat ” yang bisa dipelajari isinya oleh para pembaca. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun karya tulis ilmiah.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Pacitan, 16 Desember 2010


              Penyusun
            






A. Sejarah Pencak pencak silat

Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid. Karena hal itulah catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Di Minangkabau, silat atau silek diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar, di kaki Gunung Marapi pada abad XI. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara.
Kebanyakan sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Seperti asal mula silat aliran Cimande yang mengisahkan tentang seorang perempuan yang menyaksikan pertarungan antara harimau dan monyet dan ia mencontoh gerakan tarung hewan tersebut. Asal mula ilmu bela diri di Indonesia kemungkinan berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak. Seperti yang kini ditemui dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar.
Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri. Dalam Bahasa Minangkabau, silat itu sama dengan silek. Sheikh Shamsuddin (2005). berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya. Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu. Sehingga, setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat. Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada.
Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara. Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual.
Silat berkembang di Indonesia dan Malaysia (termasuk Brunei dan Singapura) dan memiliki akar sejarah yang sama sebagai cara perlawanan terhadap penjajah asing. Setelah zaman kemerdekaan, silat berkembang menjadi ilmu bela diri formal. Organisasi silat nasional dibentuk seperti Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) di Indonesia, Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) di Malaysia, Persekutuan Silat Singapore (PERSIS) di Singapura, dan Persekutuan Silat Brunei Darussalam (PERSIB) di Brunei. Telah tumbuh pula puluhan perguruan-perguruan silat di Amerika Serikat dan Eropa. Silat kini telah secara resmi masuk sebagai cabang olah raga dalam pertandingan internasional, khususnya dipertandingkan dalam SEA Games.
B. Falsafah Pencak Silat
Falsafah Pencak Silat dinamakan falsafah budi pekerti luhur. Hal ini disebabkan karena falsafah ini mengandung ajaran budi pekerti luhur. Falsafah budi pekerti luhur berpandangan bahwa masyarakat "tata-tentrem karta-raharja" (masyarakat yang aman-menentramkan dan sejahtera-membahagiakan) dapat terwujud secara maksimal apabila semua warganya berbudi pekerti luhur.
Budi adalah dimensi kejiwaan dinamis manusia yang berunsur cipta, rasa dan karsa. Ketiganya merupakan bentuk dinamis dari akal, rasa dan kehendak. Pekerti adalah budi yang terlihat dalam bentuk watak. Semuanya itu harus bersifat luhur, yakni ideal atau terpuji. Yang ingin dicapai dalam pembentukan budi pekerti luhur ini adalah kemampuan mengendalikan diri, terutama di dalam menggunakan "jurus".
      "Jurus" hanya dapat digunakan untuk menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan dalam rangka menjunjung tinggi nilai-nilai dan kaidah-kaidah agama dan moral masyarakat maupun dalam rangka mewujudkan masyarakat "tata-tentrem karta-raharja." Dalam kaitan itu falsafah budi pekerti luhur dapat disebut juga sebagai Falsafah pengendalian diri.
Dengan budi pekertinya yang luhur atau kemampuan pengendalian dirinya yang tinggi, manusia akan dapat nemenuhi kewajiban luhurnya sebagai mahluk Tuhan, mahluk pribadi, mahluk sosial dan mahluk alam semesta, yakni taqwa kepada Tuhannya, meningkatkan kualitas dirinya, menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan sendiri dan mencintai alam lingkungan hidupnya. Manusia yang demikian dapat disebut sebagai manusia yang taqwa, tanggap, tangguh, tanggon dan trengginas. Manusia yang dapat memenuhi kewajiban luhurnya adalah manusia yang bermartabat tinggi.





C. Fungsi dan tujuan pencak silat
Abstrak
Kehidupan seni tradisoanal, dewasa ini kian hari kurang mendapatkan tempat dihati masyarakat pendukungnya. Salah satu penyebabnya adalah perkembangan didalam ilmu teknologi khususnya teknologi komunikasi, sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan dalam adanya peningkatan wawasan. Peringkat kebutuhan masyarakat terhadap ekonomi lebih tinggi daripada terhadap seni tradisional. Terlebih-lebih pada saat sekarang yang sedang berjalan dalam masyarakat industri yang menyita waktu untuk bekerja.Tetapi disisi lain, seni tradisional diakui oleh Negara-negara tetangga mengandung nilai-nilai yang sangat tinggi. Sebab itu mereka berbondong – bondong datang ke Indonesia untuk mengadakan penelitian. Salah satu budaya tradisional yang diakui keberadaannya, diantaranya Pencak Silat. Fungsi pencak silat dalam kehidupan masyarakat
Jika pada mulanya bela diri diciptakan dengan meniru gerakan binatang atau fenomena alam yang lain agar dapat melawan binatang yang ganas. Lama – lama Pencak Silat dibutuhkan oleh manusia untuk medapatkan status dan kedudukan sosial lewat peperangan antar kelompok, suku, klan, dan kerajaan. Dengan kemahiran bela diri seseorang akan disegani dan ditakuti oleh masyarakat sekitar.Hal ini terbukti dengan adanya sejarah kerajaan – kerajaan dan juga cerita – cerita tentang kerajaan – kerajaan di Nusantara. Yang melakukan perluasan wilayah dengan cara berperang.
Yang dimaksud pendidikan disini adalah pelatihan, yang didalamnya terdapat proses latih – melatih. Perkembangn Pencak Silat berlangsung secara berlahan, mengikuti transformasi masyarakat disekelilingnya, dan mulai dari dua loci (tempat) utama pelajaran ilmu Silat, yaitu Keraton dan Mandala. Pada awalnya di Keraton ilmu beladiri hanya diperuntukan bagi anggota keluarga Raja dalam rangka mempersiapkan diri mereka, untuk menjalankan tugasnya sebagai pembela kerajaan. Tetapi dengan perubahan Keraton menjelang runtuhnya kerajaan Maja Pahit Pencak Silat diperkaya oleh wawasan baru, yang mengaitkan secara eksflisit. Kemahiran teknik bela diri dengan perkembangan manusia dalam suatu kosmologi yang utuh. Pendidikan Pencak Silat tidak lagi bersifat kejujuran, bukan pula sebagai keterampilan saja melainkan bertujuan untuk pembentukan kualitas kepribadian manusia. Seorang pesilat ‘apalagi seorang pendekar’ harusnya menjaga, melestarikan dan membela nilai – nilai dasar kebudayaan seperti ketekunan, kejujuran, kepahlawanan, kepatuhan, dan kesetiaan. Dalam bentuk baru sebagai pendidikan humaniora, Pencak Silat tidak perlu lagi dirahasiakan kepada pegawai Keraton lainnya. Walaupun masyarakat umum belum terjangkau, Pencak Silat bela diri beserta unsur spiritualnya mulai diajarkan di Keraton kepada abdi dalem (pelayan) dan kawula (orang yang diperintah) menurut kedudukan masing – masing dalam ierarki (Candra Gautama 19955;70). Kolonial Belanda dalam melakukan peanjajahan untuk mengawasi para pekerja membutuhkan orang yang mahir bersilat untuk dijadikan opas perkebunan. Opas ini dipilih diantara orang – orang yang sudah dikenal dan dipercaya oleh penguasa.
Keadaan Pencak Silat mulai berubah pada awal abad XX dangan timbulnya kebijaksanaan baru, yaitu etische politiek, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat berbagai program, termasuk memajukan kesehatan masyarakat dan pendidikan umum bagi penduduk pribumi. Akibat kebijaksanaan baru ini, intervensi pemerintah Belanda dalam urusan desa, termasuk keamanannya, semakin bertambah dengan terbentuknya kesatuan polisi di daerah pedesaan dan hilangnya kerja rodi. Peran jago dalam mempertahankan system ekonomi kolonial mulai berkurang. Dengan sendirinya, pentingnya Pencak Silat sebagai saran pengawasan sosial terhadap kuli dan masyarakat petani yang mengalami devaluasi.
Dari dulu Pencak Silat bela diri mempunyai peran hakiki dimasyarakat kita. Kepulauan Nusantara ini, yang didiami berbagai macam suku bangsa dengan karakteristik biologis, sosial, dan kebudayaan yang berbeda – beda, namun mereka sama – sama mempunyai tradisi mempelajari Pencak Silat sebagai alat pembela diri dalam usaha bertahan, dan menghadapi alam, binatang maupun manusia. Konon, disemua pelosok Tanah Air kita anak remaja dibekali ilmu Pencak Silat sebagai persiapan dalam menghadapi tantangan – tantangan hidup (Maryatno 1998; 17). Seperti salah seorang pendekar madura mengucapkan ‘Pencak adalah senjata yang bisa dibawa kemana-mana’.” Begitu pentingnya peran Pencak Silat untuk mempertahankan hidup, bahwa dalam masyarakat Betawi tempo dulu calon pengantin pria pada waktu melamar calon istrinya, diwajibkan mempertunjukan kepandaian bermain Pencak Silat didepan sanak keluarganya sebagai tanda bahwa dia dapat melindungi keluarganya dikemudian hari. Jika calon pengantin itu tidak menguasai bela diri maka lamaran ditangguhkan.
Inti dari Pencak Silat Seni adalah sebagai estetis dari bersilat atau berpencak, Pencak Silat Seni adalah ‘karya yang mewujudkan bakat atau kebolehan menciptakan sesuatu yang indah’ (kamus dewan 1986).” Sedangkan menurut penulis Pencak Silat Seni yaitu suatu gerakan bela diri yang tidak terlepas dari unsur musik dan tari, hal ini terbukti dengan masuknya Pencak Silat kedalam mata kuliah di jurusan Tari STSI Bandung. Karena dianggap tari Pencak Silat merupakan dasar dari tarian yang ada di Indonesia khususnya Jawa Barat. Sedangkan untuk musiknya dengan adanya pengiring pencak sendiri seperti kendang, goong, dan terompet. Pencak Silat Seni ini sering dipertontonkan dalam berbagai acara hajatan. Namun sekarang sudah mulai berkurang.
Pencak Silat memiliki landasan Spiritual yang menjiwai penggunanya, pada umumnya Pencak Silat diajarkan dengan tujuan mewujudkan cita – cita kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan nilai – nilai yang dijungjung tinggi oleh penduduk setempat (Noetosoejitno 1984; 32). Pencak Silat yang tumbuh dan berkembang di Negara kita ini adalah buah karya manusia, sekaligus pedoman orientasi kehidupan bagi dirinya. Sebagai refleksi dari nilai – nilai masyarakat, Pencak Silat merupakan sebuah system budaya yang saling mempengaruhi dengan Alam dilingkungannya, dan tidak dapat terpisahkan dari derap aktivitas manusia. Bila pada tingkat perseorangan Pencak Silat membina agar manusia bisa menjadi teladan yang mematuhi norma – norma masyarakat, sedangkan pada tingkatan koletif atau sosial Pencak Silat besifat kohesif yang dapat merangkul individu – individu dan mengikat mereka dalam suatu hubungan sosial yang menyeluruh. Setelah diselidiki ternyata memang benar banyak masyarakat Indonesia mempelajari bela diri dari Negara tetangga seperti tinju dan yang lainnya. Hal ini di akibatkan merasa gengsi terhadap budaya sendiri. Ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan warga Negara Indonesia merasa gengsi dengan budaya sendiri. Yaitu:
1. faktor dari keluarga, dalam kata lain keluarga tidak medidik anaknya untuk belajar mencintai budaya sendiri.
2. Faktor dari pergaulan, misalnya karena seperti pada poin 1 bahwa orang tua yang mendidik anak untuk mencintai budaya sendiri sangat sedikit, sehingga mempengaruhi anak yang lainnya.
3. Faktor dari adanya multi media seperti siaran di televisi yang hampir semua acara di televisi menyiarkan acara yang tidak mendukung untuk mencintai budaya bangsa sendiri.
D. Aspek-aspek pencak silat
Terdapat 4 aspek utama dalam pencak silat, yaitu:
  1. Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pencak silat zaman dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.
  2. Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan "seni" pencak silat ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional.
  3. Aspek Bela Diri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam menguasai ilmu bela diri dalam pencak silat. Istilah silat, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis bela diri pencak silat.
  4. Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh. Kompetisi ialah bagian aspek ini. Aspek olah raga meliputi pertandingan dan demonstrasi bentuk-bentuk jurus, baik untuk tunggal, ganda atau regu.
Bentuk pencak silat dan padepokannya (tempat berlatihnya) berbeda satu sama lain, sesuai dengan aspek-aspek yang ditekankan. Banyak aliran yang menemukan asalnya dari pengamatan atas perkelahian binatang liar. Silat-silat harimau dan monyet ialah contoh dari aliran-aliran tersebut. Adapula yang berpendapat bahwa aspek bela diri dan olah raga, baik fisik maupun pernapasan, adalah awal dari pengembangan silat. Aspek olah raga dan aspek bela diri inilah yang telah membuat pencak silat menjadi terkenal di Eropa.
Bagaimanapun, banyak yang berpendapat bahwa pokok-pokok dari pencak silat terhilangkan, atau dipermudah, saat pencak silat bergabung pada dunia olah raga. Oleh karena itu, sebagian praktisi silat tetap memfokuskan pada bentuk tradisional atau spiritual dari pencak silat, dan tidak mengikuti keanggotaan dan peraturan yang ditempuh oleh Persilat, sebagai organisasi pengatur pencak silat sedunia.





DAFTAR PUSTAKA


























Rounded Rectangle: MAKALAH OLAHRAGA
PENCAK SILAT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata Kuliah Penjaskes





 





Disusun oleh :
Nama :  EKO PURWANTO
NIM : 08.1.01.09.0476
   
Kelas : 3 B



STKIP PGRI PACITAN
2009/2010